Jumat, 08 April 2011

STUDI KASUS KOMPONEN PESAWAT ULANG-ALIK.


Pesawat ulang-alik Challenger buatan NASA pada tanggal 28 Januari 1986 mengalami kecelakaan dan menyebabkan tewasnya tujuh astronaut, menurut para insinyur di Morton-Thiokol selaku perusahaan yang memproduksi "solid rocket booster O-Ring". Para insinyur tersebut mengatakan bahwa terjadi kerusakan (erosi) pada komponen O-Ring (cincin O). Kerusakan tersebut terjadi akibat penurunan temperatur pada komponen O-Ring sehingga mengakibatkan pembekuan air pada punggung peluncuran sehingga tidak mampu mencegah terpicunya gas yang mudah terbakar yang seharusnya tertutup olehnya.



Komponen pesawat Orbiter bersayap Delta dengan mesin pengorbit
1. Pesawat Orbiter bersayap Delta dengan mesin pengorbit.
2. Tangki bahan bakar luar (External Tank/ Drop Tank)
3. Roket pendorong berbahan bakar padat (twin solid r ockets)

Bagian-bagian pesawat Ulang Alik / Orbiter dan fungsinya.
1. Lambung depan, berfungsi sebagai kabin awak dan peralatan kendali pesawat.
2. Lambung tengah, berfungsi sebagai ruang barang dan ruang roda pendaratan.
3. Lambung belakang, berfungsi penopang tiga mesin utama pesawat dan terdapat sirip di bawah mesin untuk mengubah sudut penerbangan
4. Sayap, berfungsi sebagai kendali manuver pesawat, baik pada saat terbang maupun mendarat
5. Ekor berfungsi sebagai sirip/daun kemudi pesawat

Tahap peluncuran pesawat Ulang Alik
1. Mesin pendorong utama berbahan bakar cair dan roket pendorong berbahan bakar padat menyala secara bersamaan, sehingga membangitkan 31 juta newton tenaga untuk lepas landas
2. Sesudah beberapa menit (± 2 menit) ketika bahan bakar pada roket pendorong habis terbakar dan telah mencapai kecepatan lebih dari 4800 Km/jam, roket pendorong dilepas dari pesawat dan jatuh ke dalam samudra dengan parasut untuk diisi dan gunakan kembali, sedangkan tangki bahan bakar eksternal dilepas ketika akan memasuki lapisan Atmospir.
3. Sesudah pesawat melewati lapisan Atmospir, pesawat Ulang Alik menuju Orbitnya.
4. Sesudah misi selesai maka pesawat kembali ke bumi dan terbang layaknya pesawat supersonik.

SERTIFIKASI KEAHLIAH

Sertifikasi ini bertujuan agar para tenaga ahli mendapat identitas sesuai dengan kualifikasi kemampuan sehingga dapat dikatakan sebagai Tenaga Ahli Sumber Daya Manusia yang “bersertifikat”.

Dengan demikian kegiatan ini akan mendorong para tenaga ahli agar : lebih berprestasi, lebih mengembangkan kehidupan ilmiah, dan lebih memantapkan keahliannya.

Dasar Hukum
Sehubungan dengan telah diundangkannya UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI tahun 1999 No. 54, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3833), yang direncanakan akan diberlakukan pada tanggal 7 Mei 2000, ada beberapa hal penting yang terkait dengan Sertifikasi Tenaga Ahli Sumber Daya Air, sebagai berikut :

1. Pada Bab III, Bagian Kedua tentang “Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Ketrampilan”, Pasal 9 Butir (1) dan (3) yang berbunyi :

Butir (1) :
Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian.

Butir (3) :
Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.

2. Pada Bab III, Bagian Ketiga tentang “Tanggung Jawab Profesional”, Pasal 11 Butir (1) dan (2), yang berbunyi :

Butir (1) :
Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.

Butir (2) :
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam butir (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.

3. Pada Bab VII, Pasal 33 Butir (1b) dan (2c), Bagian Kedua tentang “Masyarakat Jasa Konstruksi” yang berbunyi :

Butir (1) :
Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 butir (3) beranggotakan wakil-wakil dari :
- asosiasi profesi jasa konstruks.i

Butir (2) :
Tugas lembaga sebagaimana dimaksud dalam butir (1) adalah :
- melakukan regristasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi ketrampilan dan keahlian kerja.

4. Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi butir 5 menyatakan :
Pelaksanaan Sertifikasi sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh Asosiasi Profesi atau Institusi Pendidikan dan Pelatihan yang telah mendapat akreditasi dari Lembaga.

Sumber :
http://www.hathi-bandung.org/download/sertifikasi.doc

EKSISTENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM LINGKUP HUKUM BISNIS

Hak atas Kekayaa Intelektual disingkat HaKI atau padanan kata Intellectual Property Rights adalah hak yang berkenaan dengan kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia yang berupa penemuan penemuan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Namun di dalam perkembangannya, seandainya hasil karya kreatip manusia yang merupakan hasil karya intelektual tersebut dijadikan lahan atau obyek kegiatan bisnis, dilihat dari rasa keadilan serta penghargaan terhadap penemuan hasil karya kreatif manusia, dirasa kurang pada tempatnya. Hal ini dapat dimaklumi karena untuk mendapatkan hasil karya intelektual tersebut si penemu atau pencipta telah mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran serta biaya yang jumlahnya relatif tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu dalam perkembangannya dirasa perlu adanya suatu perlindungan hukum terhadap hasil karya intelektual tersebut.
Tujuan perlindungan hukum atas HaKI tersebut dimaksudkan untuk memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara ciptaan / penemuan yang merupakan hasil karya intelektual manusia dengan si pencipta/ penemu atau pemegang hak dengan pemakai yang mempergunakan hasil karya intelektual tersebut. Adanya kejelasan hukum atas kepemilikan HaKI adalah merupakan pengakuan hukum serta pemberian imbalan yang diberikan kepada seseorang atas usaha dan hasil karya kreatif manusia yang telah diciptakan atau ditemukan.
Mengingat usaha untuk mendapatkan hasil karya intelektual tersebut memerlukan modal yang berupa biaya, waktu, tenaga dan pikiran, maka HaKI ini merupakan hak kebendaan yang bersifat im-materiil atau intangable. Dewasa ini HaKI merupakan asset bisnis serta merupakan bagian integral dari proses bisnis serta merupakan suatu strategi bisnis dalam rangka keberhasilan usaha bisnis atau perdagangan di dunia ini.
Mengingat HaKI merupakan asset bisnis yang merupakan bagian integral dari suatu strategi bisnis yang tengah mendunia dewasa ini, maka membahas HaKI tidak lagi dapat dipisahkan dengan persetujuan pembentukan WTO di mana TRIPs atau Trade Related aspect of Intellectual Property including Trade in counterfeit goods merupakan salah satu hasil perjanjian Putaran Uruguay atau Uruguay Round yang diadakan pata tahun 1994 di Marakesh, Maroko.
Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi hasil Putaran Uruguay tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia di mana pada lampiran I C Persetujuan Pembentukkan Organisasi tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang HaKI.
Salah satu tujuan dari TRIPs seperti yang dikemukakan dalam pasal 7 Persetujuan TRIPs adalah :
- perlindungan dan penegakan hukum HaKI bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Guna memberi perlindungan hukum atas hasil karya intelektual di Indonesia serta untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 7 Tahun 1994, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan HaKI, yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentqng Hak Cipta.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Paten.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan aatas Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.
Bersamaan dengan diterbitkannya undang-undang yang bertalian dengan HaKI agar sejalan dengan TRIPs, Pemerintah Republik Indonesia juga telah meratifikasi persetujuan – persetujuan internasional tentang HaKI, yaitu :
1. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Pengesahan the Paris
Convention for the Protection of Industrial Property and Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization.
2. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The Patent
Cooperation Treaty and Regulation under PCT.
3. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Pengesahaan The
Trade Marks Law Treaty.
4. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahaan Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.
5. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The WIPO
Copyrights Treaty.

Sumber :
http://lemlit.ugm.ac.id/makalahhki/Eksistensi.doc

apakah anda senang membaca blog saya?